Breaking News

Tawanan Hamas Disebut Alami "Stockholm Syndrome", Apa itu?


Perang Israel dan milisi Gaza Palestina, Hamas, memasuki babak baru. Pertempuran antara keduanya mulai menemui gencatan setelah Hamas menyetujui pembebasan sandera Israel yang diculiknya pada 7 Oktober lalu.

Saat pembebasan dan pelepasan, terlihat para tawanan melambaikan tangan secara hangat dengan para milisi Hamas. Seorang sandera bahkan dilaporkan menulis surat untuk anggota Hamas yang menyanderanya.

Beberapa pihak sendiri menyebut para sandera itu telah terkena Stockholm Syndrome. Mengutip Cleveland Clinic, sindrom ini adalah kondisi psikologis seseorang korban penculikan, penyekapan, dan penyanderaan, yang justru menjadi simpatik pada pihak yang menawannya.

"Para tawanan sendiri mengembangkan perasaan positif terhadap penculik atau pelaku kekerasan seiring berjalannya waktu. Kondisi ini berlaku untuk situasi-situasi seperti kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap pelatih-atlet, kekerasan dalam hubungan, dan perdagangan seks," tulis situs itu dikutip Rabu (29/11/2023).

Selain situasi penculik-sandera yang asli, sindrom Stockholm kini mencakup jenis trauma lain di mana terdapat ikatan antara pelaku dan orang yang dianiaya. Banyak profesional medis yang menganggap perasaan positif korban terhadap pelaku kekerasan sebagai respons psikologis atau coping mechanism yang mereka gunakan untuk bertahan hidup selama disandera.

Sebenarnya, kondisi ini mendapat namanya dari peristiwa perampokan bank tahun 1973 yang terjadi di Stockholm, Swedia. Selama enam hari konfrontasi dengan polisi, banyak pegawai bank yang ditawan menjadi bersimpati terhadap perampok bank.

"Setelah mereka dibebaskan, beberapa pegawai bank menolak memberikan kesaksian melawan perampok bank di pengadilan dan bahkan mengumpulkan uang untuk pembelaan mereka," tambahnya.

Nils Bejerot, seorang kriminolog dan psikiater kemudian menyelidiki peristiwa tersebut. Ia juga lah yang mengembangkan istilah Stockholm Syndrome untuk menggambarkan kedekatan yang ditunjukkan beberapa pegawai bank terhadap perampok bank.

Para peneliti tidak mengetahui mengapa beberapa tawanan mengembangkan sindrom Stockholm dan yang lainnya tidak. Salah satu teori mengatakan bahwa ini adalah teknik yang dipelajari yang diturunkan dari nenek moyang manusia.

Pada peradaban awal, selalu ada risiko ditangkap atau dibunuh oleh kelompok sosial lain. Ikatan dengan para penculik meningkatkan peluang untuk bertahan hidup. Beberapa psikiater evolusioner percaya bahwa teknik leluhur ini adalah sifat alami manusia.

Teori lain mengatakan bahwa situasi penawanan atau pelecehan sangat emosional. Orang-orang menyesuaikan perasaan mereka dan mulai berbelas kasih kepada pelaku kekerasan ketika mereka menunjukkan kebaikan dari waktu ke waktu.

"Selain itu, dengan bekerja sama dan tidak melawan pelaku kekerasan, korban dapat mengamankan keselamatan mereka. Jika tidak disakiti oleh pelaku kekerasan, korban mungkin merasa bersyukur dan bahkan memandang pelaku kekerasan sebagai orang yang manusiawi," sebut teori itu.

Sumber: cnbcindonesia
Foto: Kelompok Hamas pada hari Sabtu telah membebaskan 17 sandera, termasuk 13 warga Israel dan secara mengejutkan 10 warga Thailand dan satu warga Filipina. (Hamas Military Wing/Handout via REUTERS)
Tawanan Hamas Disebut Alami "Stockholm Syndrome", Apa itu? Tawanan Hamas Disebut Alami "Stockholm Syndrome", Apa itu? Reviewed by Admin Pusat on Rating: 5

Tidak ada komentar